Menu

31 Dec 2012

" PACAR VIRTUAL "


T
iga tahun telah berlalu, begitu cepat namun susah tuk di lupakan. Apakah dia tahu dan merasakan, kalau saat ini Esa sedang menjadikannya sebuah ide cerita yang tertulis oleh jari- jemari yang tak sempurna. Dalam kertas putih ini Esa telah mencurahkan isi hatinya selama mengenal dia dan mengisi hari-harinya dengan dia. Dia bagaikan semangat dalam hidup Esa. Dia adalah Moh. Rio Iswandi entah mengapa sampai saat ini Esa masih mengingatnya dan selalu bertanya , ”Rio apakah kau tahu seseorang selalu menunggumu, menantimu , dan berharap bertemu denganmu walau itu hanya sekejap lentikan mata?”.
Awal pertama mengenalnya, tak pernah ada kata ragu memang Rio yang selalu buat Esa tertawa setiap kali Rio menceritakan setiap hari-harinya lewat telfon dan selalu membuat Esa tersenyum saat membaca sms dari Rio. Sikap Rio yang selalu perhatian dan tak pernah telat untuk menelfon Esa, perlakuan ini sangat membuat hati Esa luluh dan merasakan sesuatu yang aneh. Tiap waktu Esa selalu mengingat Rio sambil tersenyum dan menggelengkan kepala tanpa tersadar sikap Esa seperti orang gila. Namun ketika  Esa  menyadari  akan sikapnya, dengan pipi merona Esa bertanya dalam hati, “Ya Tuhan, mungkinkah ini yang namanya jatuh cinta, padahal hanya berkenalan melaui telfon genggam ?”.
Hari berlanjut dengan tiba-tiba Rio dan Esa saling bertanya, “Seperti apakah drimu?”. Akhirnya mereka saling mengirimkan foto, begitu Rio dan Esa tahu seperti apa mereka berdua selang beberapa hari kabar mengejutkan untuk Esa dari Rio. Dalam smsnya Rio berkata, “Esa, sudah lama ku pendam perasaan ini, aku suka sama kamu dan aku jatuh cinta sama kamu. Maukah kamu menjadi kekasihku?”. Esa hanya diam dan tak ingin menjawabnya, masih berfikir bagaimana mungkin perasaanku sama seperti Rio.
Keesokan harinya Rio menelfon Esa dan satu kalimat pertama darinya, “Esa, maukah kamu menjadi kekasihku? Aku butuh kepastianmu, kau mau menolakku atau mau menerimaku? Tolong jawab aku.”.  Jantung ini berdebar kencang saat Esa mendengar Rio bertanya seperti semalam, dan Esa telah menyadari kalau ia sudah yakin untuk menerima Rio menjadi kekasihnya. Selama satu menit Esa terdiam selama itu pula Rio masih setia menunggu keputusan dari Esa atas perasannya.
Kemudian satu pertanyaan keluar dari bibir Esa, “Rio,kalau kamu memang ingin denganku apa kamu juga mau menerima kekuranganku meski kita belum bertemu dan mungkin kita engga akan pernah ketemu?”. Tanpa ragu Rio menjawabnya, “Esa, aku sungguh dengan perasaan ini dan aku menerimamu apa adanya. Aku juga takkan memaksakanmu untuk bertemu danganku.”. Dengan tersenyum Esa menjawab, “Baiklah aku percaya sama kamu dan jangan tanyakan apa aku juga menerima kekuranganmu, karena aku engga bisa menolakmu untuk jadi kekasihku.”.
Langsung terdengar ungkapan kata bahagia dari bibir Rio, “Esa, makasih ya kamu udah mau menerimaku untuk jadi kekasihmu, hari ini aku seneng banget. Aku janji aku akan setia bersamamu dan kamu juga harus setia seperti namamu.”. Semenjak itu mereka menjalani hubungan hanya melalui telfon genggam saja.
Tidak terasa empat bulan sudah Rio bersama Esa, selama itu pula mereka tidak pernah bertemu sama sekali tidak pernah. Padahal Esa pernah di ajak teman-temannya untuk main ke tempat Rio karena rumahnya dekat dengan rumahnya pacar teman Esa,  namun Esa menolaknya. Rio juga pernah mengajak Esa untuk bertemu, tetapi tetap saja Esa selalu menolak permintaan Rio. Entah mengapa Esa juga merasa aneh dengan sikapnya sendiri, namun saat itu Esa masih belum sadar bahwa ia masih mau menjalankan hubungan berpacaran dengan Rio yang hanya terjalin oleh alat komunikasi yaitu “Handphone”. Mereka hanya saling mendengar suaranya, menghafal masing-masing suara, hanya jari-jemari yang mampu menulis kata demi kata, kalimat demi kalimat dalam sebuah sms yang mencurahkan seluruh isi hati Rio dan Esa.
Sudah cukup Esa mengenal sikap baik dan buruk dari Rio. Rio jarang sekali telat untuk menelfon Esa. Setiap Esa pulang sekolah selalu ada sms dari Rio, “Sayang, udah pulang? Jangan lupa makan dulu, kalo cape istirahat dulu. Kalo udah pulang sms aku ya!.”. Setiap hari tiada kata saling menelfon untuk mereka berdua. Memang Rio sangat perhatian kepada Esa, seakan-akan Rio tahu semua tentang kebutuhan waktunya, dan menghubungi pada waktu yang tepat. Rio tak pernah marah sekalipun Esa melakukan kesalahan yang membuat Rio merasa kecewa. Terkadang Esa merasa bingung entah apa yang ada di benak Rio, dia begitu sabar dalam menghadapi sikapnya Esa dan selalu dia yang meminta maaf untuk Esa. Baiknya lagi, Rio taat dalam beribadah, dia sering kali melakukan ibadah di Musholah dekat rumahnya.
Setiap Esa bertanya kepada Rio, dia selalu menjawabnya dengan jujur. Dan apapun yang Rio lakukan, selalu curhat sama Esa dan Esa yang tak pernah bosan untuk mendengarnya. Rio juga suka main sepeda sama temen-temennya, suka main gitar dan paling suka sama Band Five minutes dengan lagu andalanya “Bertahan” yang kebetulan Esa juga suka sama lagu itu. Kemanapun Rio pergi selalu pamit sama Esa, Rio juga selalu nurut dengan nasihat Esa tatkala Rio bertindak yang tidak baik. Dan satu keyakinan mereka yakni saling percaya dan tak luput dari setia.
Rio dan Esa saling bersikap terbuka kepada orangtua masing-masing, namun saling berbeda pendapat. Sayangnya tanggapan orangtua Esa kurang setuju dengan hubungan mereka karena sebuah alasan tertentu, sedangkan tanggapan orangtua Rio tergantung pada anaknya sendiri. Karna faktor inilah sikap Esa menjadi berubah seperti ingin menjauhi Rio dan hanya diam. Namun Rio tetap sabar dan sayang sama Esa.
Suatu ketika kejadian burukpun terjadi. Ketika Esa pulang sekolah dan sesampainya di rumah,Esa mengambil hpnya dan langsung sms Rio. Dalam hitungan detik Rio langsung menelfon Esa, sambil makan Esa mengangkat telfonya. Dalam telfon Rio berkata, “ Esa,aku kangen banget sama kamu apalagi kita engga pernah ketemu. Sayang, makannya yang banyak ya biar engga sakit kalo sayang sakit nanti aku yang repot kan aku belum bisa jadi dokter.”. Karena baterai yang hampir lobet , dengan singkat Esa menjawab, “Iyah, aku juga kangen. Ini lagi makan, udah dulu ya hpku mau di cass dulu. Wassalamu’alaikum?”.
Tanpa berbelit-belit Esa langsung memasangkan chargernya, tanpa tersadar hpnya di cass di ruang tamu. Setelah makan Esapun mengantuk, merasa lelah dan ingin tidur. Saat itu Esa tahu kalau pintu ruang tamunya terbuka lebar, namun Esa tak dapat menahan matanya yang semakin sayup. Esapun tidur di kamar ruang tamu dengan pintu sedikit terbuka. Setengah jam kemudian Esa terbangun dan langsung melihat hpnya, Esa terkaget karena melihat hpnya yang sudah tidak ada di kursi ruang tamu yang tertinggal hanyalah charger yang terurai. Saat itu Esa langsung mencari hpnya di seluruh sudut ruangan. Satu jam Esa mencarinya sama sekali tidak ketemu,  dengan perasaan gugup,tegang, dan gelisah, Esa hanya terdiam dan menangis semakin deras tatkala ibunya memarahinya habis-habisan. Esa sangat kecewa dan menyesal , karena uang yang sudah di kumpulkan untuk membeli hp itu dan sorenya hp itu baru di ganti cassing sampai Esa menunggu lama hingga malampun tiba. Sekarang semuanya hilang tanpa pamit. Dalam benak Esa hanya beranggapan, ”siapa yang tega mencuri hpku?”.
Malamnya Esa menangis kembali, teringat akan kekasihnya. Esa baru menyadari bahwa siang tadi merupakan hari terakhir kalinya Esa mengangkat telfon dari Rio, terakhir kalinya Esa mendengar suara Rio, terakhir kalinya Esa membalas sms dari Rio, terakhir kalinya Esa mendapat perhatian dari Rio, dan terakhir kalinya Esa melihat fotonya Rio. Sambil merenung Esa berkata, “Ternyata hari ini adalah hari perpisahan terakhirku dengan kekasihku dan kehilangan hp untuk selama-lamanya yang ku beli dari hasil tabunganku.
Setelah kejadian itu, Esa tidak memegang hp selama  1 tahun. Selama itu pula Esa tetap setia menjaga perasaannya untuk Rio, karena  bagi Esa tidak ada kata putus dari bibir Esa dan Rio. Meskipun Esa tahu kabar tentang Rio dari temannya  bahwa sekarang Rio telah dengan yang lain, walau hati ini perih tak dapat di pungkiri Esa masih menyimpan rasa sayangnya kepada Rio. Dalam benak Esa berkata, “Mungkin, ini jalan terbaik dari tuhan untuk hubungan kita dan asal kamu bahagia dengan yang lain, aku juga ikut bahagia. Maafkan aku kasih yang pergi tanpa pamit dan selalu menolak permintaanmu untuk bertemu denganku. Aku merasa aku telah melukai perasaanmu, aku seperti hanya mempermainkanmu. Mungkin mulai hari esok dan seterusnya kamu akan membenciku dan melupakanku umtuk selamanya.”.
Kini Esa sadar bahwa selama menjalin hubungan dengan Rio, tak pernah sekalipun mereka bertemu, bertatap muka, apalagi berjabat tangan. Dalam kesunyian malam Esa berkata, “Aku tak dapat menyentuhnya dan dia juga tak dapat menyentuhku.”. Kamulah “Pacar Virtual” dalam perjalanan hidupku. Satu pertanyaan yang masih mengganjal di hati Esa, “Rio mengapa sampai saat ini kamu tak mencoba untuk mencari keberadaanku? Meski kita sudah berpisah lamanya. Mungkinkah perasaanmu dan perkataanmu, hanyalah desir pasir dipadang tandus?”.

No comments:

Post a Comment