T
|
iga tahun telah berlalu, begitu cepat namun susah
tuk di lupakan. Apakah dia tahu dan merasakan, kalau saat ini Esa sedang
menjadikannya sebuah ide cerita yang tertulis oleh jari- jemari yang tak
sempurna. Dalam kertas putih ini Esa telah mencurahkan isi hatinya selama
mengenal dia dan mengisi hari-harinya dengan dia. Dia bagaikan semangat dalam hidup
Esa. Dia adalah Moh. Rio Iswandi entah mengapa sampai saat ini Esa masih
mengingatnya dan selalu bertanya , ”Rio apakah kau tahu seseorang selalu
menunggumu, menantimu , dan berharap bertemu denganmu walau itu hanya sekejap
lentikan mata?”.
Awal
pertama mengenalnya, tak pernah ada kata ragu memang Rio yang selalu buat Esa tertawa
setiap kali Rio menceritakan setiap hari-harinya lewat telfon dan selalu
membuat Esa tersenyum saat membaca sms dari Rio. Sikap Rio yang selalu
perhatian dan tak pernah telat untuk menelfon Esa, perlakuan ini sangat membuat
hati Esa luluh dan merasakan sesuatu yang aneh. Tiap waktu Esa selalu mengingat
Rio sambil tersenyum dan menggelengkan kepala tanpa tersadar sikap Esa seperti
orang gila. Namun ketika Esa menyadari akan sikapnya, dengan pipi merona Esa bertanya
dalam hati, “Ya Tuhan, mungkinkah ini yang namanya jatuh cinta, padahal hanya
berkenalan melaui telfon genggam ?”.
Hari
berlanjut dengan tiba-tiba Rio dan Esa saling bertanya, “Seperti apakah
drimu?”. Akhirnya mereka saling mengirimkan foto, begitu Rio dan Esa tahu
seperti apa mereka berdua selang beberapa hari kabar mengejutkan untuk Esa dari
Rio. Dalam smsnya Rio berkata, “Esa, sudah lama ku pendam perasaan ini, aku
suka sama kamu dan aku jatuh cinta sama kamu. Maukah kamu menjadi kekasihku?”.
Esa hanya diam dan tak ingin menjawabnya, masih berfikir bagaimana mungkin
perasaanku sama seperti Rio.
Keesokan
harinya Rio menelfon Esa dan satu kalimat pertama darinya, “Esa, maukah kamu
menjadi kekasihku? Aku butuh kepastianmu, kau mau menolakku atau mau
menerimaku? Tolong jawab aku.”. Jantung
ini berdebar kencang saat Esa mendengar Rio bertanya seperti semalam, dan Esa
telah menyadari kalau ia sudah yakin untuk menerima Rio menjadi kekasihnya.
Selama satu menit Esa terdiam selama itu pula Rio masih setia menunggu
keputusan dari Esa atas perasannya.
Kemudian satu pertanyaan
keluar dari bibir Esa, “Rio,kalau kamu memang ingin denganku apa kamu juga mau
menerima kekuranganku meski kita belum bertemu dan mungkin kita engga akan pernah
ketemu?”. Tanpa ragu Rio menjawabnya, “Esa, aku sungguh dengan perasaan ini dan
aku menerimamu apa adanya. Aku juga takkan memaksakanmu untuk bertemu danganku.”.
Dengan tersenyum Esa menjawab, “Baiklah aku percaya sama kamu dan jangan tanyakan
apa aku juga menerima kekuranganmu, karena aku engga bisa menolakmu untuk jadi
kekasihku.”.
Langsung
terdengar ungkapan kata bahagia dari bibir Rio, “Esa, makasih ya kamu udah mau
menerimaku untuk jadi kekasihmu, hari ini aku seneng banget. Aku janji aku akan
setia bersamamu dan kamu juga harus setia seperti namamu.”. Semenjak itu mereka
menjalani hubungan hanya melalui telfon genggam saja.
Tidak
terasa empat bulan sudah Rio bersama Esa, selama itu pula mereka tidak pernah
bertemu sama sekali tidak pernah. Padahal Esa pernah di ajak teman-temannya
untuk main ke tempat
Rio karena rumahnya dekat dengan rumahnya pacar teman Esa,
namun Esa menolaknya.
Rio juga pernah mengajak Esa untuk bertemu, tetapi tetap saja Esa selalu
menolak permintaan Rio. Entah mengapa Esa juga merasa aneh dengan sikapnya
sendiri, namun saat itu Esa masih belum sadar bahwa ia masih mau menjalankan
hubungan berpacaran dengan Rio yang hanya terjalin oleh alat komunikasi yaitu
“Handphone”. Mereka hanya saling mendengar suaranya, menghafal masing-masing
suara, hanya jari-jemari yang mampu menulis kata demi kata, kalimat demi
kalimat dalam sebuah sms yang mencurahkan seluruh isi hati Rio dan Esa.
Sudah cukup
Esa mengenal sikap baik dan buruk dari Rio. Rio jarang
sekali telat untuk menelfon Esa. Setiap Esa pulang sekolah selalu ada sms dari
Rio, “Sayang, udah pulang? Jangan lupa makan dulu, kalo cape istirahat dulu.
Kalo udah pulang sms aku ya!.”. Setiap hari tiada kata saling menelfon untuk
mereka berdua. Memang Rio sangat perhatian kepada Esa, seakan-akan Rio tahu
semua tentang kebutuhan waktunya, dan menghubungi pada waktu yang tepat. Rio tak
pernah marah sekalipun Esa melakukan kesalahan yang membuat Rio merasa kecewa. Terkadang Esa merasa bingung entah apa yang ada di benak Rio,
dia begitu sabar dalam menghadapi sikapnya Esa
dan selalu dia yang meminta maaf untuk Esa.
Baiknya lagi, Rio taat dalam beribadah, dia sering kali melakukan ibadah di
Musholah dekat rumahnya.
Setiap Esa
bertanya kepada Rio, dia selalu menjawabnya dengan jujur. Dan apapun yang Rio
lakukan, selalu curhat sama Esa dan Esa yang tak pernah bosan untuk mendengarnya. Rio juga suka main
sepeda sama temen-temennya, suka main gitar dan paling suka sama Band Five minutes
dengan lagu andalanya “Bertahan” yang
kebetulan Esa juga suka sama lagu itu. Kemanapun Rio pergi selalu pamit sama Esa, Rio juga selalu nurut
dengan nasihat Esa tatkala Rio bertindak yang tidak baik. Dan satu keyakinan
mereka yakni saling percaya dan tak luput dari setia.
Rio dan Esa
saling bersikap terbuka kepada orangtua masing-masing, namun saling berbeda pendapat. Sayangnya tanggapan
orangtua Esa kurang setuju dengan hubungan mereka karena sebuah alasan tertentu,
sedangkan tanggapan orangtua Rio tergantung pada anaknya sendiri. Karna faktor
inilah sikap Esa menjadi berubah seperti ingin menjauhi Rio dan hanya diam.
Namun Rio tetap sabar dan sayang sama Esa.
Suatu
ketika kejadian burukpun terjadi. Ketika Esa pulang sekolah dan sesampainya di
rumah,Esa mengambil hpnya dan langsung sms
Rio. Dalam hitungan detik Rio langsung menelfon Esa, sambil makan Esa
mengangkat telfonya. Dalam telfon Rio berkata, “ Esa,aku kangen banget sama
kamu apalagi kita engga pernah ketemu. Sayang, makannya yang banyak ya biar
engga sakit kalo sayang sakit nanti aku yang repot kan aku belum bisa jadi
dokter.”. Karena
baterai yang hampir lobet , dengan singkat Esa menjawab, “Iyah, aku juga
kangen. Ini lagi makan, udah dulu ya hpku mau di cass dulu.
Wassalamu’alaikum?”.
Tanpa berbelit-belit
Esa langsung memasangkan chargernya, tanpa tersadar hpnya di cass di ruang
tamu. Setelah makan Esapun mengantuk, merasa lelah dan ingin tidur. Saat itu
Esa tahu kalau pintu ruang tamunya terbuka lebar, namun Esa tak dapat menahan
matanya yang semakin sayup. Esapun tidur
di kamar ruang tamu dengan pintu sedikit terbuka. Setengah jam kemudian Esa
terbangun dan langsung melihat hpnya, Esa terkaget karena melihat hpnya yang
sudah tidak ada di kursi ruang tamu yang tertinggal hanyalah charger yang
terurai. Saat itu Esa langsung mencari hpnya di seluruh sudut ruangan. Satu jam
Esa mencarinya sama sekali tidak ketemu,
dengan perasaan gugup,tegang, dan gelisah, Esa hanya terdiam dan
menangis semakin deras tatkala ibunya memarahinya habis-habisan. Esa sangat
kecewa dan menyesal , karena uang yang sudah di kumpulkan untuk membeli hp itu
dan sorenya hp itu baru di ganti cassing sampai Esa menunggu lama hingga
malampun tiba. Sekarang semuanya hilang tanpa pamit. Dalam benak Esa hanya
beranggapan, ”siapa
yang tega mencuri hpku?”.
Malamnya
Esa menangis kembali, teringat akan kekasihnya. Esa baru menyadari bahwa siang
tadi merupakan hari terakhir kalinya Esa mengangkat telfon dari Rio, terakhir
kalinya Esa mendengar suara Rio, terakhir kalinya Esa membalas sms dari Rio,
terakhir kalinya Esa mendapat perhatian dari Rio, dan terakhir kalinya Esa
melihat fotonya Rio. Sambil merenung Esa berkata, “Ternyata hari ini adalah
hari perpisahan terakhirku dengan kekasihku dan kehilangan hp untuk
selama-lamanya yang ku beli dari hasil tabunganku.
Setelah
kejadian itu, Esa tidak memegang hp selama
1 tahun. Selama itu pula Esa tetap setia menjaga perasaannya untuk Rio,
karena bagi Esa tidak ada kata putus
dari bibir Esa dan Rio. Meskipun Esa tahu kabar tentang Rio dari temannya bahwa sekarang Rio telah dengan yang lain,
walau hati ini perih tak dapat di pungkiri Esa masih menyimpan rasa sayangnya
kepada Rio. Dalam benak Esa berkata, “Mungkin, ini jalan terbaik dari tuhan
untuk hubungan kita dan asal kamu bahagia dengan yang lain, aku juga ikut
bahagia. Maafkan aku kasih yang pergi tanpa pamit dan selalu menolak
permintaanmu untuk bertemu denganku. Aku merasa aku telah melukai perasaanmu,
aku seperti hanya mempermainkanmu. Mungkin mulai hari esok dan seterusnya kamu
akan membenciku dan melupakanku umtuk selamanya.”.
Kini Esa
sadar bahwa selama menjalin hubungan dengan Rio, tak pernah sekalipun mereka bertemu,
bertatap muka, apalagi berjabat tangan. Dalam
kesunyian malam Esa berkata, “Aku tak dapat menyentuhnya
dan dia juga tak dapat menyentuhku.”. Kamulah “Pacar Virtual” dalam perjalanan hidupku. Satu pertanyaan yang masih
mengganjal di hati Esa, “Rio mengapa sampai saat ini kamu tak mencoba untuk
mencari keberadaanku? Meski kita sudah berpisah lamanya.
Mungkinkah perasaanmu dan perkataanmu, hanyalah desir pasir dipadang tandus?”.
No comments:
Post a Comment